Pearl of China

Resensi buku oleh David Silitonga





Pearl of China, sebuah novel yang terilhami dari perjalanan kehidupan dan cinta Pearl Sydenstricker Buck sang peraih nobel sastra yang mencintai Cina sampai mati. Sebuah kisah persahabatan sejati yan menembus ruang jarak dan waktu. Kisa tentang perjuangan akan kebenaran dan ketulusan sebuah cinta akan tanah air yang sebenarnya.
          Pearl, seorang anak perempuan dari keluarga misionaris asal Amerika yang mengikuti jejak keluarganya untuk melakukan misi pelayanan menyebarkan agama Kristen. Dia dilahirkan di Amerika, namun sejak kanak- kanak hingga dewasa ia dibesarkan di Cina, bahkan hingga akhirnya dia merasa bahwa jiwa dalam dirinya adalah Cina. Saking cintanya kepada Cina, dia rela belajar Bahasa Mandarin lebih dalam lagi hingga berbagai dialek Bahasa Cina bahkan dia juga selalu mencoba berpenampilan sebagai seorang Cina tulen dari ujung rambut hingga ujung kakinya walau pada kenyataanya rambut pirang dan kulit putih halusnya tak bisa berbohong bahwa dia bukanlah seorang Cina.
          Sejak masa kanak- kanak, ia sangat merindukan kasih sayang dan perhatian yang lebih dari ayahnya pada dirinya, ibunya, dan adiknya. Ya, selama hidupnya, ayah Pearl, Absalom selalu mengutamakan misi pelayanannya sebagai missionaris dibandingkan keluarganya. Keluarga Pearl yang berekonomi cukup baik memilih mendirikan rumah di daerah yang banyak penduduknya adalah rakyat miskin di kota selatan Chin-Kiang. Di situ pulalah Absalom mendirikan sebuah gereja dan sekolah dalam mendukung misi pelayanannya. Pearl memperoleh nama Cina sebagai Sai Zhen Zhu.
          Willow, seorang anak miskin yang hampir tidak dapat merasakan indahnya pendidikan dan harus kawin di usia sangat muda dengan pecandu opium yang telah beristri dan beranak pinak demi kelangsungan hidup keluarganya. Tradisi di Cina saat itu menganggap pendidikan untuk seorang wanita tidaklah penting, wanita harus cepat- cepat menikah agar tidak menjadi perawan tua dan jauh dari kutukan Sang Dewa. Ia dan bapaknya pun sering kali bersekongkol untuk mencuri. Hingga suatu waktu mempertemukan Willow dengan Pearl saat menjalankan aksinya untuk mencuri panekuk di rumah Pearl dan mencuri dompet Absalom di gereja, inilah awal dari perkenalan dan akhirnya persahabatan mereka berdua.
          Saat Pearl berusia belasan tahun sempat kembali ke Amerika untuk merasakan pendidikan di perguruan tinggi yang akhirnya menikah dengan Lossing dan dikarunia seorang anak bernama Carol, namun sayang anaknya mengalami keterbelakangan mental. Pearl bingung bahkan sempat depresi dengan keadaan keluarga dari hasil pernikahannya yang mulai mengalami keretakan, sebagai pelampiasan dari semua itu ia tuliskan curahan hatinya pada tulisan- tulisan novel dan surat- suratnya yang ia kirimkan kepada Carol di Cina, hingga akhirnya Pearl menetap kembali di Cina bersama keluarganya.
          Pearl dan Willow bermigrasi ke kota-kota terdekat dari Shanghai dan Nanjing untuk memulai kehidupan baru sebagai wanita modern, wanita berpendidikan. Mereka berdua jatuh cinta kepada seorang penyair modern bernama  Hsu Chih-mo, namun Hsu Chih-mo lebih memilih Pearl, kejadian ini sempat menimbulkan konflik diantara persahabatan mereka berdua. Akhirnya Willow menghibur dirinya dengan menikahi seorang pejabat pemerintahan komunis bernama Dick. Pearl meninggalkan China sebelum kemenangan komunis pada tahun 1949, ia beserta adiknya Grace terpaksa harus kembali ke Amerika dengan menumpang kapal militer demi keselamatan hidup mereka selanjutnya, namun Ayahnya, Absalom memilih untuk tetap tinggal di Cina hingga akhir hayatnya, sementara Willow tetap bertahan dalam kengerian politik Maoisme yang mengguncang negerinya.
          Pearl menulis  berbagai macam kisah kehidupan di Cina sehingga ia menjadi seorang penulis terlaris, aktivis HAM dan meraih penghargaan nobel di bidang sastra. Pearl adalah seorang asing yang tahu dan paham betul kesengsaraan yang dirasakan oleh rakyat Cina saat itu, bahkan ia rela menjadi penyambung lidah untuk membawa kasus ini pada ranah internasional dengan mendedikasikan dirinya sebagai penulis yang mengecam keras pemerintahan Cina yang komunis, yang hanya menyengsarakan rakyat melalui berbagai macam tulisan kritiknya.  Salah satu karya tulisannya yang paling terkenal adalah buku berjudul “The Good Earth” yang mengalami banyak penolakan di beberapa negara karena buku tersebut berisi kritikan yang keras terhadap pemerintahan komunis.
          Persahabatan mereka akan diuji selama dekade kegemparan besar, penjara dan pengasingan, perang sipil berdarah dan represif rezim komunis Mao.
Ketika
Pearl dan Willow ditarik terpisah oleh kekuatan politik dan geografi, ikatan persahabatan mereka tetap bertahan. Dalam beberapa tahun kemudian, ketika Willow diperintahkan untuk mencela temannya atas kritikan sosial yang telah Pearl buat di media Internasional dia menolak dan membayar harga yang curam hingga akhirnya Willow harus mengalami berbagai macam hukuman penjara dan siksaan buruk di masa tuanya.
          Saat Presiden Nixon (Presiden Amerika ke-37 saat itu) berencana melakukan kunjungan kenegaraan ke Cina, inilah kesempatan Pearl untuk ikut dalam kunjungan kenegaraan ini sebagai pendamping Presiden Nixon, namun taktik politik Cina bekerja dan Pearl ditolak masuk melalui pengurusan visanya. Pearl meninggal setahun kemudian.
          Setelah kematian Mao dan Pearl, Willow melakukan ziarah ke makam Pearl di Amerika, perjalanan yang penuh dengan perjuangan dan memilukan perasaan hati seorang sahabat, ketika sampai di rumah Pearl, Willow mendapati lingkungan tempat tinggal Pearl yang apik dengan aroma Cina yang sangat kental baik dari taman, desain eksterior dan interior rumah, koleksi buku, ukiran cina yang sangat detail, dan sebagainya. Willow menyebarkan sebagian tanah dari makam ibunya Pearl di Cina yang sengaja ia bawa di atas permukaan makam Pearl di Amerika dan mengambil beberapa bibit tanaman bunga di taman makam Pearl untuk ditanamnya di makam Carie agar ibu dan anak tersebut tetap merasakan Cina dan Amerika walau sudah tiada. 
         
Sangat mengharukan, Pearl of China menyatakan kekuatan persahabatan sejati dan membawa ke kehidupan seorang wanita yang berani dan penuh gairah, cinta yang tak tergoyahkan untuk negara masa mudanya akhirnya menyebabkan dia dipuji sebagai pahlawan nasional di Cina.



Referensi:

http://www.theguardian.com/books/2010/jul/10/pearl-china-anchee-min-review



Komentar