Bakat Lena

Oleh : Endang Rachmawati "Juara III Lomba menulis cerpen anak EDUCOMPAS 2015"

Lena anak baik. Seperti anak perempuan lainnya, Lena menyukai bermain. Permainan yang disukai Lena adalah permainan lompat tali. Permainan yang sedang dimainkan teman teman di depannya. Tapi Lena tidak dapat ikut bermain, kata mereka Lena hanya mengganggu. Seperti sekarang, permainan tampak berjalan lancar tanpa Lena. Tidak seperti tadi, saat Lenas bergabung dan melompat. Ketika Lena melompat, teman temannya terlihat kesal. Mereka kesal karena kaki Lena selalu mengenai talinya. Akhirnya Lena memutuskan untuk pulang dengan wajah sedih.

Sesampainya di rumah, Lena berjalan ke dapur. Di dapur, terlihat Kak Lana sedang mencuci piring. Lena ingin membantunya. Tetapi piring yang Lena bawa menuju rak, terjatuh. Lena terlihat ketakutan dan mengambil pecahan piringnya. Namun tangan Lena terluka, terkena pecahan piring.

“Kau tidak bisa apa-apa Lena. Sudah, pergi sana.” Bentak Kak Lena, segera menyapu pecahan piringnya.

Keesokan paginya di kelas, Lena semakin sedih. Tidak ada yang mengajaknya mengobrol di kelas. Karena Lena tidak memiliki kemampuan. Tidak seperti Brono yang jago menggambar. Ataupun Isma yang selalu dipuji Bu Tia karena pintar . Dan tidak seperti Lio si suara merdu. Sehingga Lena memutup diri dengan ketidakmampuan yang dimilikinya.

Pelajaran pertama hari ini adalah bahasa Indonesia. Bu Tia selalu membuat belajar Bahasa Indonesia tidak membosankan dan menyenangkan. Selama belajar, Bu Tia akan selalu tersenyum, menjalarkan kehangatan di hati murid muridnya. Sebelum mengajar, Bu Tia akan meminta murid-muridnya menulis. Menulis kartu perasaan.

“Silahkan tuliskan kartu perasaan kalian !”

Suasana kelas terlihat gaduh. Bu Tia membagikan kertas hvs putih yang sudah dibagi empat. Terlihat murid-murid mulai sibuk menyatukan potongan kertas manila berwarna yang telah mereka hias, menggunakan penjepit kertas. Mereka telah siap untuk menulis di kertas yang baru. Pada manila berwarna sudah tertera nama, kelas, dan nomor absen. Sedangkan kertas putih yang dibagikan, berisi perasaan mereka hari ini. Nanti dikumpulkan dan Bu Tia

akan memberikan komentar di bawah tulisan anak anak. Beberapa menit kemudian, suasana kelas sudah tidak gaduh. Anak anak sudah sibuk dengan tulisan perasaan mereka. Begitupun dengan Lena, ia menyukai saat saat menulis kartu perasaanku. Sepuluh menit berlalu, waktunya mengumpulkan kartu perasaan. Ketika semua temannya mengumpulkan kartu, Lena tidak mengumpulkan. Tidak sekali Lena melakukan ini. Bu Tia mengetahui hal ini, tapi beliau tidak memaksa Lena untuk mengumpulkan.

Pada pekan berikutnya, Bu Tia akan membagikan kertas perasaan mereka. Anak anak sangat suka membaca komentar Bu Tia karena isinya memeberikan semangat dan membesarkan hati mereka. Bu Tia adalah pemegang rahasia paling aman.

Semua anak antusias menyambut Bu Tia di meja mereka, tapi tidak untuk Lena. “Bahkan aku tidak memberi kartu perasaanku, jadi untuk apa aku menunggu.” Ucap batin Lena membesarkan hatinya sendiri. Tiba tiba Bu Tia menaruh kartu perasaan, yang ia tau bukan miliknya.

Saaat membuka kartu tersebut Lena terkejut, kartu itu untuknya. Lena sayang, Ibu tau kamu menyukai saat menuliskan kartu perasaanmu. Tapi kamu menulis di tempat berbeda. Taukah kamu, Ibu sudah membalas suratmu. Coba kamu buka buku Bahasa Indonesiamu. Bu Tia

Begitu isinya, membuat Lena terkejut. Buru buru Lena membuka buku Bahasa Indonesianya, dan ia temukan tulisan tulisan kecil dibukunya. Tulisannya ternyata dilihat Bu Tia. Semua tulisan Lena dikomentari bu Tia tanpa terlewatkan.

’adil untuk semua, tapi cukup adilkah untukku ? –Lena’

Untuk Lena, 22 Maret.

Tidak semua bunga diciptakan sama. Ada yang besar dan ada yang kecil. Tapi semua terlihat indah.-Bu Tia

 

‘ Semua sama, tapi kalian tidak memperlakukanku sama.-Lena’

Untuk Lena, 29 Maret.

Bukalah dirimu, Lena. Nanti kau akan tau, betapa baiknya teman temanmu.

 

‘Mereka punya bakat, tapi aku tidak. Bahkan tidak ada yang bisa Lena banggakan.’

Untuk Lena, 6 April.

Semoga ini adalah bakatmu. Tulislah semua yang kamu rasa, lalu setelah bel pulang temui ibu di kantor. Bu Tia.

Lena terkejut membaca komentar Bu Tia. Ia tidak percaya, Bu Tia begitu memperhatikannya. Setelah membacanya Lena merasa semangat untuk menulis. Lena akan menulis, walaupun ia tidak mengerti maksud Bu Tia.

Bel pulang berbunyi. Mendengarnya, Lena segera berlari menuju kantor guru. Lena telah menyelesaikan tulisannya. Ia tidak pernah merasakan segugup ini, saat menyerahkan tulisannya.

“ Permisi Bu.” Ucap Lena di samping meja Bu Tia

“Saya ingin menyerahkan tulisan saya.”

Mata BU Tia tampak berbinar, setelah membaca tulisan Lena. Ada kebahagiaan disana.

“Tulisan kamu bagus, Lena.” Puji Bu Tia, membuat Lena tersipu malu.

“Tunggu dua minggu lagi. Semoga kau segera menemukan bakatmu.” Ujar Bu Tia memeluk Lena.

Setelah dua minggu kemudian, Bu Lena datang dengan senyum bahagia mengukir wajahnya.

“Anak-anak, Ibu ada berita bagus.” Ucap Bu Tia mengawali pembicaraan

Hening, terlihat anak-anak memperhatikan Bu Tia, “Tulisan salah satu teman kalian, telah dimuat di majalah anak-anak. “

Kelas seketika menjadi heboh, masing masing siswa saling melirik dan mencari siapa diantara temannya yang hebat tersebut.

“Lena Fitrian, selamat ya.” Ucap Bu Tia, menghebohkan satu kelas.

Semua teman-temannya menatap tak percaya, begitupun Lena. Langkah Lena gugup. Tubuh Lena basah oleh keringat. Suara Lena gemetar, menahan tangis. Lena tidak berani menatap ke depan, teman- temannya telah melihat Lena.

Sahabat

Lena Fitriani

Sahabat..

Pernahkah kau melihat,

aku yang seperti tak terlihat.

Sahabat..

Bisakah kita lebih dekat ?

Agar aku tidak terlalu merasa kesepian

Sahabat..

Langkah kita berjauhan,

tapi jika kau memberikan kesempatan.

Aku dapat menyesuaikan.

Sahabat..

Bisakah kita menjadi sahabat ?

Ada haru disana. Ketika Lena membacakannya, air mata Lena menetes. Melalui tulisan, Lena bisa mengungkapkan isi hatinya.  Jika tidak ada tulisan perasaan  itu. Jika Bu Tia tidak perduli dengannya. Mungkin, tidak ada yang mengetahui perasaan Lena. Mungkin, Lena tidak akan mengerti perasaannya sendiri. Mungkin Lena tidak akan menemukan bakatnya. Terima kasih Bu Tia.

Komentar