Ketika Naya Bertemu Bintang

Oleh Annisa Solihat-Juara I Lomba Cerpen Anak EDUCOMPAS 2015

"Bunda, Naya mau beli teropong di toko mainan tadi!” rengek Naya sambil terisak.

“Lho? Naya kan sudah dibelikan sepatu dan tas baru, besok lagi ya sayang” kata Bunda bijak sambil mengelus rambut putrinya.

“Nggak mau, pokoknya Naya mau teropong itu sekarang!” teriak Naya sambil menghentakkan kaki, kemudian meninggalkan kamar Bunda.

Dengan pipi yang berlinang air mata dan perasaan kesal, Naya pergi ke taman yang tak jauh dari rumah. Angin sore bertiup lembut, memainkan rambutnya yang berwarna kecokelatan. Beberapa kali anak perempuan berusia sekitar 9 tahun itu mencoba merapikan rambutnya, sampai akhirnya merasa lelah dan membiarkan angin sore yang nakal memainkan helai-helai rambutnya. Matahari tak lagi bersinar terik seperti siang tadi, sepertinya beberapa jam lagi, matahari akan istirahat dan bertukar tugas dengan sang bulan.

Suasana sore ini memang sangat indah, tapi berbanding terbalik dengan suasana hati Naya. Saat ini Naya sedang merasa kesal, dia marah pada Bunda karena Bunda tak mau membelikan teropong berwarna merah muda yang Naya lihat di toko mainan tadi siang. Padahal, Naya sangat menyukainya dan ingin memainkan teropong itu untuk melihat bintang paling bersinar nanti malam.

“Bunda jahat! Bunda gak sayang sama Naya” gumam Naya sambil terus berjalan dengan kepala merunduk. Naya terus berjalan sampai akhirnya, secara tak sengaja dia menabrak seseorang hingga terjatuh.

“Ma...maaf” ucap Naya sambil memandang orang yang dia tabrak.

Ternyata, yang baru saja tertabrak oleh Naya adalah seorang anak perempuan yang sepintas terlihat sebaya dengannya. Awalnya, anak perempuan itu terlihat sama seperti teman-temannya, dia mengenakan kaos berwarna biru muda, rambutnya yang hitam dihiasi dua buah jepitan berbentuk hello kitty. Namun, ada yang berbeda darinya, dia menggenggam sebuah tongkat panjang di tangan kanannya. Dengan cekatan, Naya segera membantunya berdiri.

“Maaf ya, aku tidak sengaja” Naya kembali meminta maaf.

“Iya” katanya pelan.

“Kenapa dia memakai tongkat untuk berjalan?” pikir Naya dalam hati sambil memerhatikannya.

Di salah satu kursi, tepat di bawah pohon bougenville, anak perempuan itu duduk. Naya masih memandanginya dari kejauhan. Air mata yang berlinang di pipi Naya sudah kering, terhapus oleh angin sore yang lembut. Setelah berpikir agak lama, dia akhirnya memutuskan untuk menghampiri anak perempuan yang ditabraknya tadi.

“Hai” sapa Naya ramah.

“Iya, kamu siapa?”

“Aku yang tadi nggak sengaja tabrak kamu”

“Oh, aku nggak papa kok” tuturnya pelan tanpa memandang ke arah Naya.

Naya tersenyum.

“Oh iya, kenalin nama aku Naya, aku tinggal di Blok D, nama kamu siapa?” tanya Naya sambil mengulurkan tangannya.

“Namaku Bintang, aku tidak tinggal di daerah sini, rumahku di Surabaya” jelas anak perempuan yang ternyata bernama Bintang, tanpa membalas uluran tangan Naya, membuat Naya kembali menarik tangannya. Naya jadi berpikir bahwa Bintang agak sombong karena tak mau menjabat tangannya.

“Maaf Naya, aku berbeda... aku tidak bisa melihat” terang Bintang yang membuat Naya terkejut.

“Bintang, maafkan aku”

“Tak apa Nay, memang begini keadaannya” balas Bintang sambil tersenyum.

“Berarti kamu belum pernah melihat bintang-bintang di langit?” tanya Naya penasaran.

Bintang menggeleng, kemudian membuka mulutnya,”Aku belum pernah melihatnya, tapi aku tahu kalau bintang itu bersinar, iya kan?”

“Iya, kamu benar! Bintang itu sangat indah dan memiliki sinar yang sangat terang. Setiap malam aku suka melihat bintang dari jendela kamarku, mereka sangat banyak. Tapi, ada satu bintang yang sangat terang, lebih terang dari semua bintang, aku ingin melihatnya lebih dekat, tapi sayang, Bunda tak mau membelikan teropong itu” cerita Naya, kekecewaan kembali memenuhi hatinya.

“Naya, apa kamu lupa, kamu kan sudah punya sesuatu yang lebih berharga dari teropong. Aku punya beberapa teropong di rumah, tapi aku tak pernah bisa melihat bintang” timpal Bintang.

“Maksud kamu?” tanya Naya bingung.

“Kamu bisa melihat bintang tanpa teropong, sedangkan aku, memiliki banyak teropong, tapi tak bisa melihat apapun”

Mata Naya berkaca-kaca, kini dia mengerti maksud perkataan Bintang. Naya segera memeluk teman barunya itu sambil mengucapkan terima kasih.

“Terima kasih untuk hari ini Bintang, aku pulang dulu ya! Sampai jumpa lagi!”

Bintang tersenyum, bola matanya yang hitam entah memandang ke arah mana, tapi Naya melihatnya, ketika Bintang tersenyum ada cahaya yang sangat terang, lebih terang daripada bintang-bintang di langit malam. Setelah bertemu Bintang, Naya mengetahui satu hal yang sangat penting, dia berjanji untuk segera pulang dan meminta maaf pada Bunda.

Sesampainya di rumah, Naya segera mengetuk pintu rumah. Ketika pintu terbuka, ternyata Bunda yang membukakan pintu untuknya. Wajah Bunda terlihat cemas, karena sejak tadi Bunda memang mencari Naya yang pergi tanpa izin.

“Bunda, maafin Naya” kata Naya sambil memeluk Bunda, kali ini dengan air mata penuh penyesalan.

Bunda membalas pelukan Naya dengan hangat, ia tidak tahu apa yang sudah terjadi pada putrinya selama meninggalkan rumah sore ini, tapi Bunda tahu Naya telah belajar sesuatu yang sangat berharga, karena Bunda melihat cahaya di wajahnya.

Komentar